check it out..
Kemarin, aku yang biasanya diantar ayah ke sekolah memutuskan menggunakan angkutan umum karena acara di sekolah yang kurang ku minati. Lagipula, ayahku juga harus berangkat kerja lebih awal untuk meeting dengan rekannya. Acara perlombaan yang diadakan setiap tahunnya ini bagiku tidak begitu menarik, bukan hanya bagiku, kurasa hampir semua murid di sekolahku beranggapan seperti itu. Karena janjian dengan temanku untuk datang agak siang, aku menghabiskan waktuku lebih lama di dalam kamar. Tapi tentu saja, di rumahku tidak ada kata bangun siang. Ayahku maupun Ibuku akan terus membangunkan anaknya jika sudah waktunya kami untuk bangun. Tidak peduli apakah itu weekday maupun weekend. Yah, kurasa itu adalah cara orang tuaku mendidik anaknya untuk tidak menjadi orang yang pemalas. Aku adalah warga keturunan Tionghua. Ayahku berasal dari China dan Ibuku asli orang Indonesia. Aku anak ke 2 dari 3 bersaudara. Koko(kakak laki-laki)ku adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan jasa. Mei-mei (adik perempuan)ku masih berusia 12 tahun yang duduk dibangku 1 SMP. Sedangkan aku, kini murid kelas 2 SMA yang masih tidak tahu kemana arahku nantinya. Maksudku, aku masih bingung menentukkan jurusan apa yang akan ku pilih nanti saat kuliah. Saat SMA ini, aku masuk jurusan IPA. Bukan karena aku berfikir jurusan IPS kurang baik, tetapi aku tidak kuat dengan hapalan dan terutama yang berbau sejarah.
Paginya, Aku yang sedang mengguling-gulingkan badan di kasurku tiba-tiba dikagetkan ibuku yang masuk dan memukul dengan pelan ke badanku. Hari ini ku putuskan untuk datang lebih siang dari kemarin. Kalau saja hari ini aku tidak mengikuti acara apapun, lebih baik aku tidak sekolah.
”hei... bangun reishi,. Mau tidur sampai jam berapa? Tuh.. lihat.. matahari udah ngejemur bumi..“, kata ibuku sambil membuka jendela yang awalnya ditutupi tirai dengan variasi warna merah dan hitam, warna kesukaanku.
”ehm.. hehehe...bisa aja sih mama.. matahari menjemur bumi..? kalo udah kering buminya diangkat, terus dilipet yah ma? Setrika juga gak? Hihihi...”, aku yang awalnya masih mengantuk menjadi segar setelah mendengar perkataan ibuku yang membuatku tertawa.
”ah... dasar le ini, cepat bangun! Harusnya le(“kamu” dalam salah satu bahasa tionghua) bantuin mama dari pagi..jangan kayak kebo aja tidur terus..”,sambil bercanda ia berjalan keluar kamarku untuk melihat masakannya di dapur. Kebetulan dapur itu dekat dengan kamarku, dengan begitu aku akan dengan mudah mencium bau masakan ibuku yang begitu khas dan menggugah selera. Aku segera bangun dan menengok masakan ibuku di dapur.
”eits... belum mandi, masih bau iler. . udah mau nyentuh-nyentuh makanan? Gak boleh! Sana, mandi dulu!”, omel Ibuku saat mendapati tanganku hampir mendarat di piring berisi ayam goreng kesukaanku. Karena ketahuan sebelum ku ambil, aku memasang tampang tidak bersalah dan segera menuju kamar mandi. Ibuku yang memandangku hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Selesai mandi, aku langsung menuju meja makan yang sudah tersedia beberapa macam masakan yang ku suka. Kursi di meja makan itu sudah ditempati mei-meiku dan ibuku, sedangkan ayah dan koko sudah berangkat kerja sejak pagi.
”ce shi-shi... lihat deh, wa(saya) udah mandi duluan dong biarpun libur.. cece mah kayak kebo.. tidur terus kerjaannya..”, mei-meiku yang melihat kedatanganku ke meja makan langsung saja mengejekku. ”cece” ataupun ”cici” adalah panggilan kakak perempuan untuk warga keturunan tionghua.
”heh.. cece tuh capek.. banyak kegiatan.. emang kayak le yang kerjaannya main terus? Weee…”, ku jawab ejekan mei-meiku dengan mengejek juga.
“ah.. cece alasan aja.. jangan-jangan cece bukan sekolah, malah pacaran ya?” mei-meiku terus saja meledekku.
“hush! Pagi-pagi udah berantem.. ngomongnya pacar-pacar lagi.. jangan-jangan lina udah ada pacar ya?”, Ibuku datang menengahi tetapi malah mengejek mei-mei lina.
“hah?engga kok ma…”, lina jadi diam dan tak berani lagi bersuara. Aku yang duduk di depan lina menjulurkan lidah untuk mengejeknya. ”rasain..” umpatku dengan suara kecil.
Lina hanya cemberut melihat tingkahku.
Selesai sarapan, waktu menunjukkan pukul 8.15, sudah saatnya aku berangkat ke sekolah. Lomba pidatoku di mulai jam 8.30, perjalanan ke sekolah hanya menghabiskan waktu 10 menit. Akupun berdiri dan berjalan pergi, tiba-tiba saja mei-meiku memanggil.
”ce!”, akupun menoleh dan memasang tampang dengan pertanyaan kenapa?. Lina segera berlari ke arahku dan menunjukkan sebuah surat untukku.
”ce.. kemarin tuh ada yang nitip ini waktu cece belum pulang.. tapi tenang, mama gak tau kok ada beginian.. wa ambil dari tuh koko waktu mama lagi tidur.. tapi dia ga kasi tau namanya, makanya ce.. wa kira cece udah ada pacar?hihii”, jelas mei-meiku panjang lebar. Aku yang tidak begitu memperdulikan surat itu hanya menaruhnya di dalam tas tanpa merasa penasaran dengan isi dan dari siapa surat itu. Yah, karena sebelumnya aku pernah mendapatkan surat seperti itu di sekolah. Saat ku buka, tulisannya hanya berupa 1 huruf yang berbeda-beda.
”oke deh lina.. xie-xie(terima kasih) ya.. dah..”, aku melambaikan tanganku dan segera pergi ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, temanku Yuki masih belum menampakkan batang hidungnya. Aku yang 2 menit lagi akan tampil tidak sempat lagi untuk mengirim sms menanyakan dimana Yuki sekarang. 2 menit kemudian, namaku dipanggil. Aku yang sangat menyukai korea itu, membawakan pidato dengan tema ”how wonderful of Korea” dengan menambahkan sedikit bahasa korea yang ku bisa pada pidato tersebut. Setelah selesai, akupun mengambil tas ranselku yang ku simpan disamping juri dan segera mengambil handphoneku. Kulihat dilayar handphone bertuliskan 2 missedcall. 1 missedcall dari Yuki dan satunya no number. Kemudian aku memutuskan menelepon balik ke Yuki.
”moshi..moshi?”,ku dengar jawaban Yuki di sana. Dia yang merupakan keturunan Jepang itu terbiasa menjawab dengan moshi-moshi yang artinya sama dengan halo.
”Yuki? Kok kamu gak ke sekolah sih?” , tanyaku to the point tanpa menanyakannya terlebih dahulu mengapa ia meneleponku tadi.
”gommen nasai(maaf) rei-chan..”, Yuki memang terbiasa memanggilku dengan sebutan rei-chan.
”iya-iya.. emang kenapa kamu gak masuk ?”, tanyaku lagi.
”tadi, tiba-tiba aja ada no number yang nelepon aku rei.. waktu ku angkat, dia malah ketawa-ketawa gak jelas gitu.. aku bingung, jadi aku matiin aja. Tapi, dia nelepon lagi. N’ yang kedua ini dia ngomong” belum sempat Yuki menyelesaikan ceritanya aku tiba-tiba teringat dengan missedcall yang tertera di handphoneku sebelum Yuki menelepon.
“oh iya! Sorry aku motong omongan kamu, tadi juga ada missedcall dari no number di HP ku, tapi berhubung aku lagi lomba gak sempat ku angkat. By the way, dia ngomong apa? Cewe apa cowo?”, tanyaku beruntun.
“cewe rei.. dia bilang jangan suka ngedeketin cowo orang.. padahal aku gak ngerasa deket sama cowo..terus dia juga ngancem aku buat gak kemana-mana hari ini, kalo aku keluar dia bilang bakalan ada yang terjadi sama aku”, lapor Yuki padaku. Aku yang mendengar cerita Yuki juga jadi bingung, Yuki bukan cewe yang senang merebut pacar orang. Lagipula, ia baru 1 tahun di Jakarta, selain aku Yuki tidak begitu mengenal orang lain karena sifatnya yang memang agak pemalu,ia pun kurang terbiasa berkomunikasi dengan orang yang sulit memahami aksennya yang masih berbau Jepang. Wajar saja, karena sejak lahir ia sudah di Jepang.
”wah... aneh banget tuh cewe ? Yaudah lah.. diemin aja yuki.. mungkin dia salah sambung..hehe...”, hiburku dengan nada datar.
”tapi rei-chan.. kenapa dia nelepon kamu juga?”, tanya Yuki yang kemudian menyadarkanku akan missedcall dari no number tadi.
“ehm..mungkin bukan orang yang sama Yuki.. jangan jadi parno gitu donk...”, hiburku lagi, kali ini dengan menutupi perasaan gundah.
”parno? Apa tuh rei? Jangan banyak bahasa-bahasa baru donk.. aku susah ngerti ni..hehe”, tanya Yuki tak mengerti.
”oh iya! Sorry Yuki.. parno itu kayak ketakutan gitu... aku lupa kalo kamu kurang gitu ngerti. Jadi karena ancaman itu yah kamu gak dateng? Oke deh.. besok kamu musti ke rumah aku ya.. apa nggak aku deh yang ke rumah kamu, aku juga bosen kalo musti ke sekolah dengan acara gak jelas begini.. udah dulu ya.. gak enak nih nelepon lama-lama, tar disangka kebanyakan pulsa lagi? Hihihi”, ucapku mengakhiri telepon.
”oke deh rei-chan.. sampai ketemu besok.. sayonara..”, balas Yuki.
”sayonara”, balasku terakhir dan menutup telepon. Saat ingin memasukkan handphoneku ke dalam tas, aku melihat secarik surat yang diberikan lina padaku tadi pagi, tetapi tak begitu ku hiraukan untuk membaca karena aku sedang tidak mood. Setelah pengumuman pemenang selesai dan ternyata aku mendapat juara II, aku memutuskan untuk segera pulang. Tetapi, belum sempat aku membalikkan badan, seseorang menepukku dari belakang. Aku membalikkan badanku dan ku dapati Choi Mi Jyeong berada didepanku.
Choi Mi Jyeong adalah kakak kelasku. Cowo satu ini adalah orang Korea yang sudah lama tinggal di Indonesia. Biasanya dia disebut kyopo. Memang beruntung sekali aku bersekolah disini, banyak sekali orang-orang dari luar negeri yang belajar disini. Aku sedikit banyak belajar hangeul(aksara korea)pun dari Mi Jyeong. Dia yang sudah tinggal di Indonesia menjadi pintar berbahasa Indonesia. Aku mengenalnya ketika ia sedang terburu-buru di jalan, aku yang sedang diantar Ayahku ke sekolah hampir saja menabraknya karena dia kurang berhati-hati saat berjalan. Dari situlah aku mengenalnya.
“eh.. Mi Jyeong hyeongnim(panggilan untuk kakak laki-laki)...annyeong haseyo(hai)”, sapaku padanya.
“annyeong haseyo rei, chukkahae(selamat)!”, Mi Jyeong memberiku selamat.
“hmm? Selamat untuk apa,hyeong?”, aku lupa tentang pidatoku.
”pidatomu tadi, daebak(hebat)!”, puji Mi Jyeong.
”komawo(terima kasih)”, aku hampir lupa tentang pidato itu.
“ngomong-ngomong reishi... kemana yuki? Biasanya kamu kan sama yuki terus, sekarang sendirian...”, tanya Mi Jyeong padaku. Aku tahu, sepertinya Mi Jyeong menyukai Yuki.
”oh.. Yuki gak ke sekolah Hyeong.. katanya kurang enak badan.. ”, jawabku berbohong. Karena tidak mungkin aku menjelaskan alasan sesungguhnya mengapa Yuki tidak masuk sekolah. Oh iya! Aku baru ingat dengan Mi Jyeong, mungkin saja maksud dari penelepon Yuki itu adalah Mi Jyeong...
”reishi?”, panggilan Mi Jyeong menyadarkanku dari lamunan.
” o (iya), ada apa hyeong?” akupun menjadi terbiasa mencampurkan bahasa pada ucapanku karena tertular Mi Jyeong dan Yuki yang berasal dari negara yang berbeda denganku.
”tidak apa-apa.. hanya saja kulihat kau sedikit melamun..” jawab Mi Jyeong jujur.
”oh.. begitu...”, jawabku singkat.
”katamu tadi, Yuki sakit bukan? Bagaimana bila kita menengoknya?”, ups.. mengapa aku berbohong begini tadi? Baiklah, biar sampai dirumah Yuki baru kuceritakan yang sebenarnya saja.
”ehm.. ne(baik/ya)”, jawabku lemas.
”ka ja!(ayo pergi)”, balas Mi Jyeong semangat.
Sesampainya dirumah Yuki, aku dan Mi Jyeong tidak mendapatkan tanda-tanda adanya orang dirumahnya. Handphonenya juga tidak aktif.
”loh? Kenapa tidak ada orang? Bukankah tadi katamu Yuki sedang sakit? Apa mungkin ia pergi dengan keadaannya yang sedang sakit tanpa ditemani siapapun?”, tanya Mi Jyeong bingung. Yuki memang hanya tinggal sendiri di rumahnya, orang tuanya kembali lagi ke Jepang karena urusan pekerjaan. Yuki tidak ingin meninggalkan sekolahnya dan aku yang sudah menjadi temannya sejak ia baru pindah.
”mianhae(maaf).. rei bohong sama hyeong...”, akupun tidak ada pilihan lain selain mengaku kebohonganku.
”musun soriya(apa maksudmu), rei?”tanya Mi Jyeong tidak mengerti.
”begini Hyeong.... ” akhirnya akupun menceritakan semuanya pada Mi Jyeong di depan rumah Yuki, termasuk dugaanku tentang cowo yang dimaksud penelepon itu adalah Mi Jyeong. Walaupun kedekatan Yuki dengannya sama denganku, mungkin saja penelepon itu salah sangka pada Yuki. Untungnya Mi Jyeong tidak marah dengan kebohonganku.
”Nugu?(siapa?) aku tidak punya pacar walaupun sudah lama disini,rei...” jelas Mi Jyeong setelah mendengar dugaanku.
”Jinjjayo(benarkah??)”, tanyaku tak percaya. ”mungkin saja ada yang sedang dekat denganmu,Hyeong?”
”tidak, aku hanya dekat denganmu dan Yuki”, jawab Mi Jyeong singkat. Aku semakin yakin bahwa Mi Jyeong menyukai Yuki. Tapi, apabila Mi Jyeong memang tidak memiliki pacar atau semacamnya, mengapa penelepon itu menuduh Yuki? Kamipun diam agak lama dalam pikiran masing-masing.
”hyeong! mengapa kita begitu bodoh?”, ucapku ketika teringat sesuatu.
”babo(bodoh)? Kita? Memangnya kenapa, rei?”, tanya Mi Jyeong yang bingung dengan perkataanku.
”iya, hyeong.. rumah Yuki itu kan pindah 1 bulan yang lalu! Hehee...”, ku tertawakan diriku sendiri yang sudah salah menjadi penunjuk jalan..
”mwo(apa)? Nuguya babo? Neo(kamu)! Anha(bukan).. na(aku)!”, ledek Mi Jyeong padaku.
”hehehhe... mian...”, akupun tertawa mendapati kebodohanku.
Kemudian, kami pun menuju rumah baru Yuki yang terletak tidak jauh dari rumahnya yang lama.
continue to next page...^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar