Mi Jyeong kemudian menyuruhku membawa Yuki keluar rumahnya. Kuputuskan saja untuk menelepon rumah sakit karena kondisi perempuan itu sangat memperihatinkan. Yuki tidak bersuara dan hanya diam. Mi Jyeong yang masih didalam rumah berusaha menenangkan perempuan itu yang sepertinya akan menurut dengan ucapannya. Perempuan itu merasa Mi Jyeong adalah orang yang ia sebut-sebut namanya. Tidak lama kemudian, akhirnya mobil ambulance datang. Seketika perempuan itu menjerit histeris mendengar suara ambulance tersebut, ia tiba-tiba menyerang Mi Jyeong sambil terus mencaci makinya
”dasar kau! Setelah ini mau kau apakan lagi aku? Aku sangat mencintaimu! Mengapa kau mencampakkan aku? Kau kira aku gila?! Kau menitipkanku di rumah sakit tanpa menengokku sekalipun! Aku seperti ini karenamu! Bodoh! Aku mencintaimu... huhuhuhu....” tiba-tiba saja kekesalannya berganti dengan tangisan.
Mi Jyeong pasrah saja diperlakukan seperti itu olehnya, awalnya ku kira memang Mi Jyeong orang yang dimaksud. Mungkin saja Mi Jyeong mengganti namanya kemudian berpura-pura tidak ada yang terjadi. Tetapi, sepertinya aku sudah salah sangka pada kebaikannya. Dia tidak melawan karena ia merasa kasihan pada perempuan itu, begitu baik hatinya. Para perawat kemudian membawa perempuan itu ke dalam mobil. Yuki masih saja terpaku dan tak bersuara.
Setelah kejadian itu, terkadang kami datang menengok perempuan itu di rumah sakit. Menurut psikolog yang melakukan pendekatan dan theraphy untuknya, Min Byeon yang disebut adalah mantan pacarnya yang telah menduakannya. Meishy, perempuan itu sangat menyukai Min Byeon sehingga sering mengancam lewat telepon, seperti pada Yuki, kepada perempuan lain yang menjadi penyebab Min Byeon melupakannya. Min Byeon yang merasa Meishy telah gila membawanya ke rumah sakit dan tidak pernah lagi menengoknya. 1 minggu yang lalu, Meishy melarikan diri dari rumah sakit dan mencari tempat kosong disekitarnya. Ternyata tempat yang ia tuju adalah rumah lama Yuki. Kami yang bingung mengapa Meishy mengetahui nomor handphone Yuki akhirnya pergi ke rumah lama Yuki, disana terdapat beberapa kardus yang salah satunya ternyata masih ada isinya. Isi kardus itu adalah buku yang berisi biodata Yuki dan juga nomor teleponnya. Yuki memang tidak pernah mau mengganti nomor handphonenya sejak ia berada disini. Akhirnya pertanyaan kami-pun terjawab.
Setelah kejadian tersebut, aku dan Yuki, tidak. Lebih tepatnya, Yuki semakin dekat dengan Mi Jyeong. Orang-orang disekolah juga menyangka Yuki ada apa-apa dengan Mi Jyeong. Tapi, aku tak menghiraukan perasaan aneh yang muncul setiap aku melihat mereka berdua mengobrol dengan senangnya. pemberi surat itupun masih memberiku surat, tapi lagi-lagi dengan isi yang hanya terdapat 1 huruf. Lama-lama rasanya ingin kubuang saja surat-surat itu. Tapi, aku tidak tega juga membuangnya, apalagi aku merasa seperti ada suatu maksud dari huruf-huruf tersebut. Mi Jyeong dan Yuki juga semakin sering ke rumahku. Untuk Yuki, malah koko-ku dengan senangnya menawarkan jasa antar ke rumah Yuki yang disambut persetujuan dari Yuki. Anehnya, apabila hanya mengantar, seharusnya koko dengan cepat sudah kembali ke rumah, tapi ini tidak. Jangan-jangan mereka berdua pergi berdua. Mi Jyeong semakin dekat dengan mei-meiku. Kadang aku meledeknya phedopil. Kurasa, aku yang menjadi sendiri saat ada Mi Jyeong dan Yuki dirumahku. Mi Jyeong dengan mei-meiku sementara Yuki dengan koko-ku, atau Mi Jyeong dengan Yuki mengobrol sementara aku hanya melihat tingkah laku mereka yang saling mengejek. Lagi-lagi aku merasa aneh pada hatiku.
Di suatu malam minggu, Yuki yang awalnya bilang ingin ke rumahku tidak jadi karena ada janji dengan Mi Jyeong. Aku baru menyadari aku menyukai Mi Jyeong sekarang. Tapi, kurasa sudah terlambat. Aku duduk lemas dikamarku, tapi aku kebingungan melihat surat-surat yang ku taruh di atas meja belajarku bertebaran di lantai. Lina, kupikir. Sambil melihat ke arah mejaku, aku melihat kalender dengan tanggal hari ini yang dibulatkan dengan spidol warna merah. Aku berfikir. Sepertinya, aku tidak pernah membulatkan kalenderku. Mungkin Lina lagi, pikirku tak mau pusing. Segera saja aku ke kamar Lina untuk memarahinya agar tidak usil pada barang-barang dikamarku. Ku buka pintu itu dan kudapati Lina tengah tertidur, aku lupakan saja niatku untuk memarahinya dan berbalik ke kamarku untuk merapikan surat-surat yang berserakan sebelum Ibuku melihat surat tersebut. Ketika aku melangkah masuk, ada beberapa jejak kaki dikamarku. Aku semakin bingung dan ingin memarahi orang yang memiliki jejak kaki ini. Aku berjalan mendekati jejak kaki kotor yang paling ujung untuk menemukan orang yang sudah melakukan hal tidak berguna ini. Tidak mungkin orang usil dari luar rumah, karena kamarku terletak ditengah rumah tidak mungkin ada tapak kaki seperti ini dikamarku sementara diluar tidak ada. Koko-ku mungkin, ia memang sangat usil padaku. Mungkin dia kasihan melihatku hanya dirumah sementara yang lain sedang pergi. Ibuku dan ayah pergi ke rumah temannya untuk kepentingan kerja. Jejak kaki itu menuju ke kamar mandi di kamarku, aku buka pintunya dengan pelan-pelan. Tapi, kosong. Tidak ada apa-apa selain sebuah karton yang bertuliskan:
Coba kamu urutkan kode surat-surat itu.
Hah? Apa sih yang diinginkannya? Pasti ia pengirimnya. Aku berjalan malas sambil mengurutkan suratnya.
”urutkan? Urutkan dari apa? Dasar orang bodoh”, omelku kesal tanpa ada yang mendengar. Saat ku kumpulkan, ternyata ada surat terakhir yang memberitahukan cara mengurutkan kode surat tersebut berdasarkan warna pelangi. Surat itu memang warna-warni, aku iseng saja mengurutkannya. Mejikuhibiniu...
Merah, hurufnya ”J”, jingga ”o”, kuning ”h”, hijau ”a”, biru ”h lagi”, nila ”a lagi”, terakhir ungu ”e”.
Ups, johahae(suka)?
Aku agak bingung, tetapi saat aku berjalan keluar dari kamar, lampu disekitar gelap. Saat aku ingin menyalakannya tiba-tiba lampu sudah menyala dan kudapati Mi Jyeong berada didepanku.
”Hyeong?”, aku kebingungan.
”reishi...”, jawabnya. Hanya menyebut namaku.
”bukankah hyeong pergi dengan Yuki?”, tanyaku heran karena tidak menemukan sosok Yuki.
”sudah menemukan maksud dari kode huruf disurat?”tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.
”apa?”, tanyaku semakin bingung. Tidak menyangka Mi Jyeong tahu tentang hal itu. Atau jangan-jangan.....
”ah! Gemes nih ngeliat kalian yang kelamaan.. aku yang gak sabaran jadinya”, tiba-tiba saja Yuki muncul dari pintu masuk.
”Yuki? Apa sih?”, kataku agak dengan wajah tersipu.
”Mi jyeong”, panggil Yuki pada Mi Jyeong tanpa memperdulikan kataku. ”untuk apa terlalu lama dipendam?”, protes Yuki pada Mi Jyeong.
Benarkah Mi Jyeong yang memberikanku semua surat ini?
”reishi, johahae”, hanya kata itu yang keluar dari mulut Mi Jyeong. Yuki yang melihat kami menunjukkan wajah berseri, dan memberiku kode untuk mendekati Mi Jyeong. Aku tak dapat berkata apapun. Akhirnya Mi Jyeong yang mendekatiku, itu-pun dengan bantuan Yuki yang mendorongnya maju ke arahku.
”bagaimana, reishi?”, tanya Yuki.
”bagaimana apanya?”, tanyaku pada Yuki.
”itu... Mi Jyeong hyeong...”, tampaknya Yuki semakin kesal dengan kebodohanku yang masih setengah percaya dengan apa yang terjadi.
”reishi...”, panggil Mi Jyeong yang membuatku merasakan detakan jantung yang sangat cepat. Aku menatap Mi Jyeong yang lebih dekat ke arahku dan memberikan sebuah kalung berbandul bintang padaku.
”ini tanda suka-ku”, kata Mi Jyeong singkat.
”komawo...”, kataku. kalung itu sangat bagus, aku memang sangat menyukai bintang. Sampai seperti itukah ia tahu kesukaanku? Seharusnya tidak ada yang tahu ini selain. . . oh iya, Yuki pasti yang memberitahunya.
”hei..hei... jadian gak sih? Capek nih nunggu kalian...hihihi.penonton kecewa..”, seru Yuki iseng.
”jadian lah.. iya gak, rei?”, timpal Mi Jyeong yang begitu PD-nya.
”o”, jawabku singkat dengan bahasa korea. Sengaja. Agar terlihat agak korea dan cocok dengan Mi Jyeong. Heehehe...
”jinjjayo(benarkah)?”, tanya Mi Jyeong tidak percaya.
”o, johahaeyo”, jawabku. Tiba-tiba saja koko-ku muncul dibelakang Yuki.
”nah.. jadi kan kita juga bisa jadian.. iya gak, Yuki?”, tanya koko-ku yang lagi-lagi tidak tahu malu.
”mana mau dia sa....”, belum sempat aku menyeleasaikan ledekanku. Yuki menjawab.
”iya...”
”hah??”, aku tak percaya melihatnya.
”iya donk.. masa aku kalah sama kamu sih rei? Boleh donk punya pacar juga..hehe”, jawab Yuki.
Kamipun tertawa pada malam itu. Ternyata, rencana ini memang telah dirancang oleh Mi Jyeong dan Yuki, ditambah koko-ku juga. Yang membulatkan kalender di kamarku memang bukan aku, tetapi Yuki. Tanggal itu ternyata ulang tahun Mi Jyeong. Dia sengaja menembakku di hari ulang tahunnya. Katanya sih, sebagai kado spesial untuknya. Entahlah, biarkan saja..
_THE END_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar